A. Sejarah bakteri Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae
ditemukan oleh Shiga (1889 & 1901), Kruse (1900), dan Schmitzii (1927)
merupakan salah satu dari 4 spesies Shigella (S. dysenteriae, S. flexneri, S.
boydii, S. sonnei). Shigella spp. merupakan bakteri penyebab disentri atau
shigellosis pada manusia dan beberapa primata yang telah dikenali sejak tahun
1890an. Shigella spp. endemik di daerah Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Shigellosis merupakan penyakit diare yang disebabkan terjadinya inflamasi akut
pada tractus intestinum.
B.
Defenisi bakteri Shigella dysenteriae
Genus Shigella ditemukan sebagai penyebab
bacillary disentri oleh ahli mikrobiologi Jepang, Kiyoshi Shiga pada 1898. Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella
menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
Bakteri Shigella dysenteriae dapat menyebabkan penyakit
disentri basilar. Disentri basilar adalah infeksi usus besar oleh bakteri
patogen genus Shigella. Shigella dysenteriae merupakan penyebab
penyakit yang paling ganas dan menimbulkan epidemi hebat di daerah tropis dan
subtropis (Soedarto,1996). Pengobatan infeksi dapat digunakan dengan antibiotik
yang telah diresepkan secara luas seperti pada saat sekarang ini (Gould and Brooker,
2003).
Shigellosis adalah infeksi enterik invasif akut yang disebabkan
oleh bakteri yang masuk kedalam genus Shigella, secara klinis
ditunjukkan dengan diare yang sering berdarah. Shigellosis banyak
menjadi endemik di banyak negara berkembang dan juga menjadi epidemi yang
menyebabkan cukup morbiditas dan kematian.
Di antara
empat jenis shigella, Shigella dysenteriae tipe 1 ( sd1 )
merupakan yang penting karena dapat menyebabkan penyakit yang paling parah dan
dapat menjadi epidemi di daerah besar. Kendala utama untuk mengontrol Shigellosis
adalah cepat menyebarnya Shigella dari orang ke orang dan perlawanan
antimikrobial yang berkembang cepat.
Makanan yang sering terkontaminasi Shigella adalah salad, sayuran
segar (mentah), susu dan produk susu, serta air yang terkontaminasi. Sayuran
segar yang tumbuh pada tanah terpolusi dapat menjadi faktor penyebab penyakit,
seperti disentri basiler atau Shigellosis yang disebabkan oleh Shigella.
Menurut USFDA (1999), diperkirakan 300.000 kasus Shigellosis terjadi di
Amerika Serikat setiap tahun.
Dengan perlakuan secara biokimia shigella relative menjadi tidak aktif bila
dibandingkan dengan spesies Escherichia. Studi-studi yang berkaitan
tentang DNA telah menunjukkan bahwa mereka masuk dalam genus yang sama, nmaun
pengelompokan keduanya tetap dipertahankan karena tidak seperti Escherichia,
kebanyakan Shigella adalah patogen dan berpotensi menyebabkan penyakit
yang parah.
C.
Organisme dan karakteristik
Bentuk : Cocobasil
Susunan : tunggal
Warna : merah
Sifat : gram negative
1. Sistematika dan klasifikasi Shigella dysenteriae
Sistematika dari Shigella dysenteriae adalah
sebagai berikut:
Kingdom :
Bacteria
Phylum :
Proteobacteria
Ordo :
Enterobacteriales
Famili :
Enterobacteriaceae
Genus :
Shigella
Spesies :
Shigella dysenteriae
Spesies shigella diklasifikasi menjadi empat serogroup:
·
Serogroup A: S. dysenteriae (12 serotypes)
·
Serogroup B: S. flexneri (6 serotypes)
·
Serogroup C: S. boydii (23 serotypes)
·
Serogroup D: S. sonnei (1 serotype).
Genus Shigella
meliputi empat spesies: S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii dan S. sonnei,
masing – masing juga disebut sebagai Grup A, B, C dan D. Tiga spesies pertama
meliputi beberapa serotipe. S. sonnei dan S. boydii biasanya
menyebabkan penyakit yang relatif ringan dalam diare yang mungkin berair atau
berdarah. S. flexneri adalah penyebab utama dari shigellosis yang
endemik di negara berkembang. Imunitas adalah serotypespesifik.
Shigella
dysenteriae tipe 1, juga
dikenal sebagai bacillus Shiga, berbeda dari Shigella lain dalam
4 hal yaitu :
- menghasilkan cytotoxin ampuh (Shiga racun)
-
menyebabkan penyakit yang lebih parah, lebih
berkepanjangan , dan lebih sering fatal daripada penyakit yang disebabkan oleh Shigella
lain.
- Perlawanan terhadap antimicrobials terjadi lebih
sering daripada antara lain Shigella
- menyebabkan epidemi besar yang sering terjadi
didaerah, sering dengan angka serangan yang tinggi dan kasus kematian
yang lebih tinggi.
2. Morfologi
Shigella
dysenteriae merupakan
bakteri Gram negatif yang tipis atau ramping, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, bentuk Coccobacilli terjadi pada perbenihan muda. Bakteri ini
merupakan salah satu bakteri fakultatif anaerob, tetapi dapat tumbuh dengan
baik secara aerob. Koloni Shigella cembung, bundar, transparan dengan
diameter sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Semua Shigella memfermentasi
glukosa. Shigella membentuk asam dari karbohidrat tetapi jarang
memproduksi gas.
Bakteri
ini tidak meragi laktosa, kecuali Shigella sonnei. Ketidakmampuannya
untuk meragikan laktosa membedakan bakteri Shigella pada perbenihan
diferensial. Shigella juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian
yang dapat memfermentasi manitol dan yang tidak dapat memfermentasi manitol
(Jawetz et al., 2005).
Shigella sp mempunyai
susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat
serologi berbagai spesies dan sebagian besar bekteri ini mempunyai antigen O
yang juga dimiliki oleh bakteri enteric lainnya. Antigen somatic O dari Shigella
sp. adalah lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung pada
polisakarida dan terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella sp
didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigeniknya ( Jawetz et al.,2005).
Semua spesies Shigella
menyebabkan diare berdarah yang akut dengan menyerang dan menyebabkan
kehancuran dari colonic epitelium. Hal ini menyebabkan pembentukan micro-ulcers
dan peradangan exudates, dan menyebabkan peradangan sel
(polymorphonuclear leucocytes, PMNS ) dan darah muncul pada feses. Feses
diarrhoeal yang berisi 106- 108 Shigellae per gram. Sekali
diekskresikan, organisme yang sangat peka terhadap kondisi lingkungan akan
hidup dan mati dengan cepat , terutama ketika kondisi lingkungan kering atau
terkena sinar matahari langsung.
3. Sifat biakan
Shigella
bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik secara aerob. Koloni
berbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi yang utuh dan mencapai
diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam. Bakteri Shigella
dysentriae berkembang biak
dengan pembelahan biner, artinya Pada pembelahan ini, sifat sel anak yang
dihasilkan sama dengan sifat sel induknya. Pembelahan biner mirip mitosis pada
sel eukariot. Badanya, pembelahan biner pada sel bakteri tidak melibatkan
serabut spindle dan kromosom. Pembelahan Biner dapat dibagi atas tiga fase,
yaitu sebagai berikut: (1) Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang
tumbuh tegak lurus (2) Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding
melintang (3) Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang identik. Ada bakteri
yang segera berpisah dan terlepas sama sekali. Sebaliknya, ada pula bakteri
yang tetap bergandengan setelah pembelahan, bakteri demikian merupakan bentuk
koloni.
Pada
keadaan normal bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap 20 menit sekali. Jika
pembelahan berlangsung satu jam, maka akan dihasilkan delapan anakan sel.
Tetapi pembelahan bakteri mempunyai faktor pembatas misalnya kekurangan
makanan, suhu tidak sesuai, hasil eksresi yang meracuni bakteri, dan adanya
organisme pemangsa bakteri. Jika hal ini tidak terjadi, maka bumi akan dipenuhi
bakteri.
4. Sifat pertumbuhan
Semua Shigella
memfermentasikan glukosa. Kecuali Shigella sonnei, shigella tidak
memfermentasikan laktosa. Ketidakmampuannya memfermentasikan laktosa membedakan
shigella pada medium diferensial. Shigella membentuk asam dari karbohidrat
tetapi jarang menghasilkan gas. Organisme ini dapat dibagi menjadi organisme
yang memfermentasikan manitol dan tidak memfermentasikan manitol.
5.
Fisiologi
Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4 –
7,8 suhu pertumbuhan optimum 370C kecuali S. sonnei dapat tumbuh pada
suhu 450 C. Sifat biokimia yang khas adalah negative pada reaksi adonitol tidak
membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S kecuali S.flexneri,
negative terhadap sitrat, DNase, lisin, fenilalanin, sukrosa, urease, VP,
manitol, laktosa secara lambat, manitol, xylosa dan negative pada test
motilitas. Sifat koloni kuman adalah sebagai berikut : kecil, halus, tidak
berwarna, bila ditanam pada media agar SS, EMB, Endo, Mac Conkey.
6.
Variasi
Mutan-mutan
dengan sifat-sifat biokimia, antigen dan pathogen yang berbeda sering timbul
dari strain induk. Variasi dari bentuk koloni halus (H) menjadi kasar (K)
dihubungkan dengan hilangnya daya invasi.
7. Habitat
Habitat alami Shigella dysenteriae terbatas pada usus besar manusia
dan binatang menyusui, dimana Shigella dysenteriae memproduksi
eksitoksin yang tidak tahan panas yang mempengaruhi usus dan susunan saraf
pusat. Penyebaran Shigella dysenteriae selalu terbatas pada saluran
pencernaan, penyebaran ke dalam alirandarah sangat jarang. Bakteri Shigella
dysenteriae dapat menimbulkan penyakit yangsangat menular (Jawetz et al.,
2005).
8. Daya tahan
Shigella sp yang kurang
tahan terhadap agen fisik dan kimia dibandingkan Salmonella. Tahan dalam ½ %
fenol selama 5 jam dan dalam 1% fenol dalam ½ jam. Tahan dalam es selama 2
bulan. Dalam laut selama 2-5 bulan. Toleran terhadap suhu rendah dengan
kelembaban yang cukup. Garam empedu konsentrasi yang tinggi mengambat pertumbuhan
strain tertentu. Kuman akan mati pada suhu 55⁰C.
9.
Siklus hidup
Siklus
hidup Bila kita menginovulasikan (penanaman bakteri) sejumlah tertentu sel
bakteri pada suatu media di inkubasikan pada kondisi optimum dalam waktu 18-24
jam, maka akan didapat kurva pertumbuhan jumlah sel bakteri yang hidup. Karena
jumlah bakteri sangat besar dan waktu generasi sangat pendek. Tahapannya yaitu
fase penyesuaian (fase lack/adaptasi), fase logaritmik (fase
eksponensial/sangat cepat), fase pengurangan pertumbuhan (pertumbuhan lambat),
fase pertumbuhan tetap (statis), fase menuju kematian (mati)
D.
Patogenesis dan patologi
Shigellosis disebut juga Disentri basiler, disentri sendiri
artinya salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus,
terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang
sering mengandung darah dan mucus. Habitat alamiah bakteri disentri adalah usus
besar manusia, tempat bakteri tersebut dapat menyebabkan disentri basiler.
Infeksi S.dysenteriae praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan,
dan invasi bakteri ke dalam darah sangat jarang. S.dysenteriae
menimbulkan penyakit yang sangat menular dengan dosis infektif dari bakteri S.dysenteriae
adalah kurang dari 103 organisme dan merupakan golongan Shigella
sp yang cenderung resisten terhadap antibiotic (Jewetz et al., 2005).
Proses
patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lender, mikroabses pada
dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis
selaput lender, ulserasi superficial, pendarahan, pembentukan “pseudomembran”
pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin, leukosit, sisa sel, selaput lender
yang nekrotik dan bakteri. Waktu proses patologik berkurang, jaringan granulasi
akan mengisis ulkus sehingga terbentuk jaringan parut (Jewetz et al., 2005). S.
dysenteriae dapat menyebabkan 3 bentuk diare :
·
Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mucus
dan pus
·
Watery diarrhea
·
Kombinasi antara disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai
darah, mucus, pus dengan watery diarrhea.
Secara klasik,
Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB
berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen,
dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari
kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus
yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk
gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic
Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3
minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan
polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk
isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
Penata
laksanaan Shigellosis dengan pemberian antibakteri seperti
kotrimoksazol, ciprofloksasin, ampisilin, asam nalidixic atau ceftriaxone dapat
membantu memperpendek masa sakit dan sekresi patogen serta meringankan
penyakit. Obat-obat antibakteri tersebut harus digunakan pada situasi tertentu
dengan indikasi yang jelas, indikasi tersebut antara lain untuk mengurangi beratnya
penyakit, untuk melindungi kontak dan indikasi epidemiologis. Resistensi
bakteri Shigella sp terhadap antibiotic dengan segala aspeknya bukanlah
merupakan suatu hal yang baru, dimana selama 5 dekade terakhir bakteri Shigellasp
telah resisten terhadap berbagai antibakteri baru yang pada awalnya sangat
efektif terhadap infeksi Shigella sp yang resisten terhadap
multiantibiotik, seperti S. dysenteriae tipe 1, ditemukan di seluruh
dunia dan timbul sebagai akibat pemakaian antibiotika yang tidak rasional.
Akibat sering terjadinya resistensi terhadap suatu antibakteri maka pemilihan
antibakteri yang tepat perlu dilakukan, dimana pemilihan antibakteri tergantung
kepada gambaran resistensi bakteri setempat sesuai prevalensi infeksi yang
terjadi pada daerah tersebut (James, 2001).
Sesudah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), ada serangan tiba-tiba berupa
sakit perut, demam, dan diare cair. Diare terjadi akibat pengaruh eksotoksin
dalam usus kecil. Eksotoksin merupakan sebuah protein antigenik (merangsang
produksi antitoksin) dan mematikan pada binatang percobaan. Pada manusia,
eksotoksin dapat menghambat penyerapan gula dan asam amino pada usus kecil
(Jawetz et al., 2005).
·
Toksin
Shigella sp menghasilkan toksin yang disebut Shigatoksin dan
mengadakan multiplikasi tanpa invasi di dalam jejunum kemudian memproduksi
toksin. Toksin ini kemudian berikatan dengan reseptor dan menyebabkan aktivasi
proses sekresi sehingga terjadi diare cair yang tampak pada awal penyakit, hal
ini merupakan tanda dari sifat enterotoksik shigatoksin. Selanjutnya,
perjalanan penyakit melibatkan usus besar dan invasi jaringan dimana aksi
shigatoksin akan memperberat gejalanya. Efek enterotoksin shigatotoksin lebih
pada penghambatan absorpsi elektrolit, glukosa, dan asam amino dari lumen
intestinal (Dzen dkk, 2003).
Toksin
shigella dysenteriae dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Endotoksin
Pada waktu terjadi autolisis, semua Shigella
mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin ini mungkin menambah
iritasi pada dinding usus.
2. Eksotoksin (Shigella dysentriae)
S. Dysentriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin
tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan sistem saraf
pusat. Eksotoksin merupakan protein yang bersifat antigenik (merangsang
produksi antitoksin) dan mematikan hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat
ini dpat menimbulkan diare, sebagaimana halnya enterotoksin.
Terapi dengan
rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan
penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk
mempersingkat berlangsungnya penyakit
danpenyebaranbakteri.Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali
sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.
Antibiotik terpilih untuk infeksi Shigella adalah ampisilin,
kloramfenikol, sulfametoxazol-trimetoprim. Beberapa sumber lain menyebutkan
bahwa kanamisin, streptomisin dan neomisin merupakan antibiotik yang dianjurkan
untuk kasus-kasus infeksi Shigella. Masalah resistensi kuman Shigella
terhadap antibiotik dengan segala aspeknya bukanlah merupakan suatu hal
yang baru. Shigella yang resisten terhadap multiantibiotik (seperti S.
dysentriae 1) ditemukan di seluruh dunia dan sebagai akibat pemakaian
antibiotika yang tidak rasional.
·
Gambaran Klinik
Setelah masa inkubasi yan g pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyari
perut, deman dan tinja encer. Tinja encer tersebut berhubungan dengan kerja
eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi
meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat; tinja kurang encer
tetapi sering mengandung lendir dan darah.
Tiap gerakan
usus disertai dengan ‘mengejan’ dan tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan
nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari
pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua,
kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan
kematian. Penyakit yang disebabkan oleh S.dysenteriae dapat sangat
berat.
Kebanyakan
orang pada tahap penyembuhan,mengeluarkan kuman disentri dalam waktu yang
singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus hingga
menahun dan dapat mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada penyembuhan
infeksi, kebanyakan orang membentuk antibody terhadap Shigella dalam
darahnya, tetapi antibody ini tidak melindungi terhadap reinfeksi.
·
Cara penularan
Shigella tersebar oleh
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, atau makan makanan terkontaminasi
atau minum air yang terkontaminasi. Lalat mungkin juga menjadi penyebab
tumbuhnya organisme. Dosis infektif yang rendah, sedikitnya 200 organisme yang
dapat memfasilitasi penyebaran dari orang yang satu dengan orang yang lain.
Manusia dan beberapa primata hanya menjadi reservoir Shigella.
E.
Isolasi dan identifikasi
Kurangnya
perhatian shigella sebagai pathogen keracunan makanan menyebabkan proses
isolasi dan identifikasi dari makanan menjadi relative tidak berkembang.
Teknik
identifikasi yang cepat didasarkan pada:
·
Metode immunoassays yang mendeteksi virulensi penanda antigen.
·
Metode reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi plasmid virulensi oleh DNA
hibridasi.
F.
Hubungan shigella dengan makanan
Kasus-kasus
keracunan makanan yang menyebabkan shigellosis dianggap
jarang dan beberapa orang menganggap suatu permasalahan yang tidak bermakna.
Kasus-kasus keracunan lebih dikaitkan dengan salmonella. Pada kasus keracunan
makanan yang menyebabkan shigellosis biasanya disebabkan oleh adanya
kontaminasi shigella pada tahap persiapan makan. Adanya kontaminasi
dihubungkan dengan sistem pembuangan tinja yang tidak sempurna dan organism
(vector) yang mendukung terjadinya kontaminasi adalah lalat (tinja dari orang
karier).
Makanan yang
tidak dimasak dengan benar seperti cocktail udang dan salad tuna diidentifikasi
telah terlibat dalam sejumlah wabah. Di Cambridgeshire, Inggris, pada
tahun 1992 diadakan pesta dengan hidangan makanan prasmanan,
didapati 107 dari 200 tamu terinfeksi diare dan sh. sonnei diisolasikan 81 dari
93 sampel tinja yang ambil . Organisme ini juga terisolasi dari
penyedia catering. Penyelidikan mengungkapkan hubungan yang kuat antara
penyakit dan konsumsi dua piring udang dimana kontaminasi terjadi pada tahap
persiapan yang terjadi di tempat penyedia catering tadi.
G.
Pencegahan penyakit disentri
yang deisebabkan oleh Shigella dysentriae
Pencegahan
penyakit disentri yang disebabkan oleh Shigella dapat dilakukan dengan
langkah-langkah yang meliputi :
·
Cuci tangan dengan sabun
·
Menjamin ketersediaan air minum yang aman
·
Pembuangan limbah kotoran manusia yang aman
·
Pemberian ASI eksklusif pada bayi
·
Penanganan dan pengolahan makanan yang aman
·
Pengendalian alat